Sabtu, 01 Maret 2014

mola hedatidosa




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang .
      Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya ( tidak termasuk kecelakaan atau kasusu insidentif ) selama kehamilan, melahirkan dan masa nifas ( 42 hari setelah melahirkan ) tanpa memperhitungkan  lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2010 ).

Angka kematian ibu saat ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan sasaran pembangunan Millenium Development Golds/ MDGs (Marisah, dkk, 2011).
Rata-rata angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mengalami kenaikan dari 228 ribu kasus kematian per 100 ribu kelahiran hidup pada 2007, menjadi 359 per 100 ribu pada 2012 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2012).
Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum. Perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi (keracunan kehamilan) 25%, infeksi 12%. Salah satu dari ketiga ketiga faktor tersebut adalah perdarahan, perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan, bisa terjadi pada awal kehamilan maupun kehamilan lanjut, dengan besar angka kejadiannya 3% pada kehamilan lanjut dan 5% pada awal kehamilan. Perdarahan yang terjadi pada awal kehamilan meliputi abortus, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut antara lain meliputi Solutio Plasenta dan Plasenta Previa. Dari kasus perdarahan diatas ternyata didapatkan besar kasus paling tinggi adalah perdarahan pada awal kehamilan yang dari salah satu perdarahan awal kehamilan tersebut terdapat kehamilan molahidatidosa.
Molahidatidosa adalah Tumor jinak dari trofoblast dan merupakan kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematous, janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus menerus, sehingga gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Penyebab pasti terjadinya kehamilan Mola hidatidosa belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang memengaruhinya yaitu faktor ovum, imunoselektif trofoblast, usia, keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, defisiensi protein, infeksi virus dan faktor kromosom yang jelas, dan riwayat kehamilan mola sebelumnya. Jenis pada molahidatidosa yaitu Molahidatidosa Komplet (MHK) dan Molahidatidosa Parsial (MHP). Angka kematian yang diakibatkan oleh kehamilan Molahidatidosa berkisar antara 2,2% - 5,7% (Prawirohardjo, 2009).
Pada kehamilan Molahidatidosa jika tidak dilakukan penanganan secara komprehensif maka masalah kompleks dapat timbul sebagai akibat adanya kehamilan dengan Molahidatidosa yaitu TTG (Tumor Trofoblast Gestasional) dimana TTG ini terbagi menjadi 2 macam yaitu: Choriocarcinoma non Villosum dan Choriocarcinoma Villosum yang bersifat hematogen dan dapat bermetastase ke vagina, paru-paru, ginjal, hati bahkan sampai ke otak. Dengan presentasi kejadian tersebut berkisa 5,56 % (Prawirohardjo, 2009).
Penatalaksanaan pada Molahidatidosa ada tiga tahap yaitu perbaikan keadaan umum ibu, pengeluaran jaringan mola dengan cara  Kuretase atau Histerektomi, dan pemeriksaan tindak lanjut yaitu follow up selama 12 bulan, dengan mengukur kadar β-HCG dan mencegah kehamilan selama 1 tahun. Tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran serial kadar β-HCG serum untuk mendeteksi Tumor Trofoblast Persisten.
Dengan melihat dampak yang diakibatkan dari mola hedatidosa ini penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut lagi pasien Ny “Y” usia 45 tahun dengan mola hedatidosa di RSUD Prof. Dr. MA. Hanafiah Batusangkar.
1.2. Batasan masalah
            Dalam penulisan laporan ini, penulis membatasi dalam hal penerapan manajemen asuhan kebidanan pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa di RSUD Prof. Dr.MA.Hanafiah Batusangkar pada tanggal 16 dan 17 oktober 2013.
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1        Tujuan umum
Dari latarbelakang mempu melakukan asuhan kebidanan pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa di bangsal kebidanan RSUD Prof. Dr.MA.Hanafiah Batusangkar
1.3.2           Tujuan khusus
1.3.2.1  Mampu melakukan pengkajian dan pengumpulan data  terhadap Ny “Y”dengan mola hedatidosa
1.3.2.2  Mampu menginterpretasikan secara benar masalah atau diagnosa berdasarkan data-data yang diperoleh dari Ny “Y”  dengan mola hedatidosa
1.3.2.3  Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial, masalah dan kebutuhan berdasarkan hasil pengkajian pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa.
1.3.2.4  Mampu mengidentifikasi perlunya tindakan segera secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa
1.3.2.5  Mampu merencanakan tindakan atau asuhan yang diberikan pada Ny “Y”dengan mola hedatidosa.
1.3.2.6  Mampu melaksanakan rencana asuhan secara efesien dan aman pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa
1.3.2.7  Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah diberikan pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa
1.3.2.8  Mampu mendokumentasikan hasil pengkajian sampai evaluasi asuhan yang diberikan pada Ny “Y”dengan mola hedatidosa.
1.4. Manfaat penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Merupakan penerapan ilmu yang didapatkan selama proses pembelajaran di bangku perkuliahan sehingga menanamkan pengetahuan bagi penulis serta dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam penerapan manajemen asuhan kebidanan pada kasus ibu dengan mola hedatidosa.
       1.4.2 Bagi Tempat Praktek
Hasil penulisan dapat digunakan Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran  bagi petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan asuhan kebidanan pasien di bangsal kebidanan RSUD Prof. Dr.MA.Hanafiah Batusangkar
       1.4.3  Bagi Institusi Pendidikan
                 Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan serta dapat digunakan sebagai perbandingan dan pedoman dalam pembuatan laporan selanjutnya serta dapat memberikan informasi bagi pendidikan khususnya bagi mahasiswa Program Studi D-III Kebidanan dan sebagai bahan masukan perpustakaan  bagi pendidikan untuk penelitian, serta sumbangan pikiran pada institusi pendidikan mengenai kasus mola hedatidosa yang terjadi di  bangsal kebidanan RSUD Prof. Dr.MA.Hanafiah Batusangkar
1.5Ruang Lingkup
                  Penulisan laporan dilaksanakan untuk mengetahui manajemen asuhan kebidanan pada Ny “Y” dengan mola hedatidosa di RSUD Prof. Dr. MA. Hanafiah SM Batusangkar pada tanggal 16 dan 17 oktober 2013.






BAB II


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Mola hedatidosa
2.1.1  Definisi Mola hedatidosa
Mola hedatidosa adalah suatu kehamilan dimana hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan degenerasi hidropik  (Fadlun, Achmad, 2012).
 Mola hedatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik , mola hedatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm (Prawirohardjo, 2009).
Mola hedatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormone, yakni human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Prawirohardjo, 2008).


Mola hedatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis disertai dengan degenarasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur (Prawirohardjo, 2009).
2.1.2        Klasifikasi Mola Hedatidosa
2.1.2.1 Mola hedatidosa komplet
Secara umum vili korionik tampak sebagai massa yang terdiri dari vesikel-vesikel jernih. Vesikel-vesikel ini memiliki ukuran bervariasi, dan sulit dilihat hingga beberapa sentimeter dan seirng menggantung berkelompok pada tangkai ramping. Secara histologist, lesi biasanya memperlihatkan degenerasi hidropik dan oedema vilus, tidak adanya pembuluh darah vilus, proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi dan tidak adanya mudigah seperti janin dan amnion.
Komposisi kromosom mola komplet biasanya diploid dan berasal dari ayah. Sekitar 85 persen adalah adalah 46 XX dengan kedua set kromosom berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sperma haploid yang menduplikasikan kromosomnya sendiri setelah meiosis (androgenesis). Kromosom ovum tidak ada atau inaktif. Pada mola komplet lainnya, pola kromosom mungkon 46 XY akibat fertilisasi dispermik.
Kehamilan mola komplet memiliki insiden sekuele ganas yang lebih tinggi dibandingkan dengan mola parsial. Pada sebagian besar penelitian, 15 sampai 20 persen mola komplet memperlihatkan tanda-tanda penyakit trofoblastik persisten.
2.1.2.2 Mola hedatidosa parsial
Gambaran suatu kehamilan mola inkomplet atau parsial mencakup adanya sejumlah elemen jaringan janin dan perubahan hedatidoformis yang bersifat fokal dan kurang lanjut. Terjadi pembengkakan progresif lambat didalam stoma vilus korion yang biasanya avaskuler, sementara vilus vascular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta yang berfungsi, tidak terkena
Pada mola parsial kariotip biasanya triploid 69,XXX, 69,XXY, atau yang jauh lebih jarang 69 XYY, Kariotip ini masing-masing tersusun oleh satu set kromosom haploid ibu dan dua set kromosom haploid ayah.
Resiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh lebih rendah daripada setelah kehamilan mola komplet. Selain itu penyakit, penyakit persisten jarang merupakan kariokarsinoma. Sckll, dkk (2000) mencatat hanya 3 dari 3000 mola parsial yang mengalami penyakit koriokarsinoma. Growdob, dkk (2006) menemukan bahwa kadar HCG  pasca evakuasi yang lebih tinggi berkolerasi dengan peningkatan resiko penyakit yang persisten. Secara spesifik, kadar ≥ 200 Miu/ML pada minggu ketiga sampai kedelapan pasca evakuasi dilaporkan berkaitan dengan resiko penyakit persisten setidaknya 35 persen.
2.1.2.3 Kehamilan mola kembar
Kehamilan mola kembar terdiri dari satu kehamilan mola diploid komplet dan satu kehamilan normal tidak jarang dijumpai. Niemann dkk (2006) melaporkan bahwa 5 persen mola diploid adalah bagian dari kehamilan kembar dengan satu janin. Kelangsungan hidup janin tersebtu bervariasi dan bergantung pada apakah diagnosis ditegakkan, dan jika demikian, apakah timbul masalah akibat komponen mola, misalnya preeclampsia dan perdarahan. Dalam ulasannya , Vejerslev (1991) mendapatkan bahwa dari 113 kehamilan semacam ini, 45 persen berkembang hingga 28 minggu, dan dari jumlah ini, 70 persen neonates bertahan hidup.
Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan kehamilan kembar jenis ini meperlihatkan resiko substansial mengalami neoplasma trofoblastik gestasional. Tetapi resiko ini tampaknya lebih besar daripada setelah mola komplet tunggal (Niemann dkk, 2007). Dalam kajian mereka terhadap 77 kehamilan, sebire dkk (2002) melaporkan bhwa 21 persen kehamilan yang tidak diakhiri akan memerlukan kemoterapi untuk penyakit persisten. Angka ini tidak secara bermakna, berbeda dari angka 16 persen pada wanita yang mengakhiri kehamilan mereka. Dalam serangkaian penelitian oleh Niemann dkk (2006) 25 persen dari kehamilan kembar semacam ini kemudian memerlukan kemoterapi.
2.1.3 Etiologi Mola Hidatidosa
                 Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor penyebabnya adalah : ( Fadlun, 2012).
2.1.3.1   Faktor ovum
            Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma.
2.1.3.2 Imunoselektif dari trofoblas
           Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus  tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio ‘ kelaparan’, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.
2.1.3.3  Usia
            Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.
2.1.3.4   Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
           Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
2.1.3.5   Paritas tinggi
           Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan molahidatidosa.
2.1.3.6   Defisiensi protein
           Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak sempurna.
2.1.3.7 Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
           Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.
2.1.3.8 Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat “ masalah oosit primer “



2.1.4. Patofisiologi
Gambaran klinis khas wanita dengan kehamilan mola telah banyak berubah sejak beberapa decade terakhir karena diagnosis yang kebih dini. Sebagian besar wanita datang mengunjungi perawatan prenatal lebih dini dan menjalani sonografi sehingga kehamilan mola terdeteksi sebelum tumbuh membesar dengan lebih banyak penyulit (Kerkmeijer, dkk. 2009 ). Dalam banyak hal, perubahan gambaran klinis analog dengan yang terjadi pada kehamilan ektopik. Secara umum gejala lebih mencolok pada mole komplet dibandingkan dengan mola parsial.
2.1.5 Tanda dan Gejala Mola Hedatidosa
            Biasanya terjadi amenore 1 sampai 2 bulan, mungkin terdapat mual dan muntah yang signifikan. Akhirnya terjadi perdarahan uterus pada hampir semua kasus, yang mungkin bervariasi dari sekedar bercak (spotting) hingga perdarahan hebat. Perdarahan dapat berawal tepat sebelum abortus mola spontan atau lebih sering, berlangsung secara intermitten selama beberapa minggu sampai bulan. Pada mola tahap lanjut, mungkin terjadi perdarahan uterus yang tersamar disertai anemia defisiensi derajat sedang.
            Pada sekitar separuh kasus, pertumbuhan uterus lebih cepat daripada perkiraaan. Uterus memiliki konsistensi lunak. Pada pemeriksaan bimanual, kista teka lutein yang besar kadang sulit dibedakan dari uterus yang membesar, biasanya tidak terdeteksi gerakan jantung janin.
            Akibat efek mirip-tirotropin dari Hcg maka kadar tiroksin bebas dalam plasma sering meningkat sementara TSH menurun. Meskipun demikian, secara klinis jarang dijumpai tirotoksikosis meskipun pernah dilaporkan terjadinya thyroid storm (chiniwala, dkk. 2008)
Kadar T4 bebas dalam serum sering cepat menjadi normal setelah evakuasi uterus. Pada mola besar kadang terjadi preeclampsia awitan dini. Karena hipertensi gestasional jarang dijumpai sebelum 24 minggu, maka preeclampsia yang timbul sebelum waktu ini sepatutnya menimbulkan kecurigaan akan kehamilan mola. Yang menarik tidak ada satupun dari 24 wanita dengan mola komplet yang dilaporkan oleh Coukos dkk (1999) mengalami hiperemesis, tirotoksikosis klinis atau preeclampsia.
2.1.6 Prognosis
            Kematian pada mola hedatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2 % dan 5,7 %. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56 %. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada devisi Onkologi Ginekologi ( Prawirohardjo, 2009 ).
2.1.7  Diagnosis
            Adanya mola hedatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorhe, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti ballottement dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara biosay, immunoassay, maupun radioimmunosay. Peninggian HCG terutama dari hari ke 100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake patterm) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).
            Diagnosis yang paling tepat bila kita melihat keluarnya gelembung mola. Namun bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaa umum pasien menurun. Terbaik adalah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
            Pada kehamilan trimester I  gambaran mola hedatidosa tidak spesifik, sehingga sering kali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hedatidosa umumnya lebih spesifik . kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50 % kasus dijumpai adanya massa kistik multikuler didaerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein ( Obstetri Williams , 2012 )
2.1.8        Diagnosis Banding
2.1.8.1  Kehamilan ganda
2.1.8.2  Hidramnion
2.1.8.3  Abortus


2.1.9         Komplikasi
2.1.9.1  Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal
2.1.9.2  Perdarahan berulang-ulang dapat menyebabkan anemia
2.1.9.3  Infeksi sekunder
2.1.9.4  Perforasi karena keganasan dan karena tindakan
2.1.9.5  Menjadi ganas pada kira-kira 18-20 % kasus, akan menjadi koriokarsinoma.
2.1.10    Faktor resiko terjadinya Mola hedatidosa
2.1.10.1   Usia
Usia ibu di kedua ujung spectrum reproduksi adalah factor resiko untuk kehamilan mola. Secara spesifik, remaja dan wanita berusia 36 hingga 40 tahun memiliki resiko dua kali lipat dan mereka yang berusia lebih dari 40 tahun hampir 10 kali lipat.
2.1.10.2 Riwayat kehamilan mola
Terdapat peningkatan resiko substansial untuk penyakit trofoblastik rekuren. Dalam suatu ulasan terhadap 12 penelitian yang mencakup total 5000 kehamilan mola, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 perseb. Resikonya adalah 1,5 persen untuk mola komplet dan 2,7 persen untuk mola parsial. Berkowitz dkk (1998) melaporkan bahwa 23 persen wanita yang pernah mengalami 2 kali kehamilan mola memiliki mola ketiga. Mola hedatidosa berulang pada wanita dengan pasangan yang berbeda menandakan bahwa pembentukan mola disebabkan oleh defek oosit.
2.1.10.3 Factor resiko lain
Pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya serta riwayat keguguran meningkatkan kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat (palmer, dkk, 1999). Studi-studi lain mengemukakan adanya peran merokok, berbagai defesiensi vitamin, dan peningkatan usia.
2.1.11 Penanganan Mola hedatidosa
            Berhubung dengan kemungkinan, bahwa mola hedatidosa menjadi ganas, maka terapi terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang diingini ialah histerektomi. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan (sunction curettage) disertai dengan pemberian infuse oksitosin intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa konseptus, kerokan perlu dilakukan hati-hati berhubung dengan bahaya perforasi
            Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam. Agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong . dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblast yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
            Sebelum mola dikeluarkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya metastasis ditempat tersebut.
            Setelah mola dilahirkan, dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista teka-lutein. Kista-kista ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal, kemudian mengecil sendiri.

Ø  Pengamatan lanjutan
            Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hedatidosa yang uterusnyadikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya tumor ganas (dalam ± 20 %). Anjuran untuk pada semua penderita pasca mola dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya keganasan, belum dapat diterima oleh semua pihak ( Obstetri Williams, 2013 ).
            Pada pengamatan lanjutan , selain untuk memeriksa terhadap kemungkinan timbulnya metastasis, sangat penting untuk memeriksa kadar hormone koriogonadotropin (HCG) Secara berulang.
            Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar HCG lekas turun menjadi negative, dan tetap tinggal negative. Pada awal masa pasca mola dapat dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negative, perlu dilakukan pemeriksaan radio-immunoassay HCG dalm serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yang rendah.
            Pemeriksaan kadar HCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi negative selama 3 minggu, dan selanjutnya tiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar HCG menjadi negatif, pemeriksaan rontgen paru-paru dilakukan tiap bulan. Selama dilakukan pemeriksaan kadar HCG , penderita diberitahukan supaya tidak hamil. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal : 1) mencegah kehamilan baru, dan 2) menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat mempengaruhi pemeriksaaan kadar HCG. Apabila tingkat kadar HCG tidak turun dalam 3 minggu berturut-turut atau malah naik, dapat diberi kemoterapi, kecuali jika penderita otidak menghendaki bahwa uterus dipertahankan dalam hal ini dilakukan histerektomi.
            Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau dactinomycin, atau kadaang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus dilakukan, sampai kadar HCG menjadi negative selama 6 bulan.

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan
Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah. Proses ini merupakan sebuah metode dengan pengorganisasian pemikiran dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan bagaimana prilaku yang diharapkan dan pemberian asuhan. Proses manajemen ini bukan hanya terdiri dari pemikiran dan tindakan apa saja melainkan juga prilaku pada setiap langkah agar pelayanan yang komprehensif dan aman dan dapat tercapai. Dengan demikian proses manajemen harus mengikuti urutan yang logis dan memberikan pengertian yang menyatukan pengetahuan, hasil temuan, dan penilaian yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan yang berfokus pada manajemen (Varney, 1997).
Proses manajemen menurut varney (1997) terdiri dari 7 langkah yang berurutan diman setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka konsep yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Langkah-langkah penerapan manajemen kebidanan dilakukan secara berkesinambungan, yaitu :
1.      Mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengidentifikasi pasien secara lengkap
2.      Mengantisipasi masalah atau diagnose berdasarkan interpretasi yang benar dari data tersebut
3.      Mengantisipasi masalah potensial dan diagnose lainnya yang mungkin terjadi karena masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi
4.      Mengevaluasi perlunya intervensi segera oleh bidan atau dokter
5.      Mengembangkan rencana asuhan yang menyeluruh
6.      Mengembangkan rencana asuhan tersebut secara efesien dan aman
7.      Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan.
Langkah-langkah dalam penatalaksanaan pada dasarnya jelas, akan tetapi dalam pembahasan singkat mengenai langkah-langkah tersebut mungkin akan lebih memperjelas proses pemikiran dalam proses klinis yang berorientasi pada langkah ini. Penulis membatasi hanya pada kasus mola hedatidosa.
Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut.
2.2.1        Langkah I : Pengumpulan data
2.2.1.1  Pengumpulan Data Subjektif
1)      Biodata
a)      Nama : perlu ditanyakan agar tidak keliru bila ada kesamaan nama antara pasien yang satu dengan yang lainnya.
b)      Umur : perlu ditanyakan untuk mengetahui pengaruh umur terhadap permasalahan kesehatan pasien.
Umur reproduksi yang beresiko mengalami mola hedatidosa adalah remaja dan wanita berusia 36 hingga 40 tahun memiliki resiko dua kali lipat dan mereka yang berusia lebih dari 40 tahun hampir 10 kali lipat.
c)      Alamat : ditanyakan untuk maksud mempermudah hubungan bila diperlukan atau bila ada keadaan mendesak.
d)     Dengan diketahuinya alamat tersebut, bidan dapat mengetahui tempat tinggal klien dan lingkungannya.
e)      Pekerjaan : ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalaha kesehatan klien.
Dengan mengetahui pekerjaan klien, bidan dapat mengetahui pekerjaan klien dan bidan dapat mengetahui bagaiman taraf hidup dan sosial ekonomi pasien, karena kejadian mola hedatidosa juga dipengaruhi oleh keadaan social ekonomi yang rendah.
f)       Agama : ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan kesehatanklien. Dengan diketahuinya agama klien, akan memudahkan bidan melakukan pendekatan didalam melaksanakan asuhan kebidanan.
g)      Pendidikan : ditanyakan untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat pengetahuan pasien mempengaruhi sikap prilaku kesehatan seseorang.
h)      Status perkawinan : pertanyaan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status perkawinan terhadap masalah kesehatan.
i)        Suku / ras : ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan kesehatan klien. Pada mola hedatidosa kebanyakan terjadi didaerah Asia.
2)      Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui apa yang mendorong klien datang ke tenaga kesehatan. Untuk mengetahui keluhan utama tersebut pertanyaan yang diajukan oleh tenaga kesehatan bisa berupa “apa yang ibu rasakan, sehingga ibu datang kemari?”
Biasanya pada kasus mola hedatidosa pasien datang dengan keluhan “Amenorrhea dan tanda-tanda kehamilan, perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat merupakan gejala utama dari mola hedatidosa, uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya dan tidak sesuai dengan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement, hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat, preeclampsia dan eklampsia sebelum minggu ke-24, keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnose pasti.
3)      Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksi klien.
a)      Menarche : untuk mengetahui usia pertama kalinya klien mengalami menstruasi
b)      Siklus menstruasi : untuk mengetahui jarak menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya
c)      Banyaknya : untuk mengetahui berapa banyak dasar yang keluar saat menstruasi.
Mungkin akan kesulitan untuk mengetahui berapa banyak darah yang keluar saat ibu menstruasi, tapi pertanyaan kita bisa lebih dalam untuk menanyakan “sampai berapa kali ibu ganti pembalut dalam sehari” sehingga bisa ditentukan berapa banyak darah yang keluar saat ibu menstruasi.
d)     Dismenorhe : untuk mengetahui apakah selama haid ibu mengalami nyeri yang berlebihan atau tidak.
4)      Riwayat perkawinan : ditanyakan untuk mengetahui pengaruh riwayat perkawinan terhadap masalah kesehatan yang timbul pada pasien.berapa kali kawin dan berapa lamanya untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat kelamin ibu. Kalau orang hamil sudah lama kawin namun belum mendapatkan anak, tentu nilai anak sangat bersar sekali dan ini harus diperhitungkan. Hal- hala yang perlu ditanyakan kepada klien mengenai riwayat perkawinannya adalah :
a)      Kawin : …….. kali
b)      Usia kawin pertama : …… tahun
c)      Status perkawinan
d)     Lama pernikahan
5)      Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengethaui adanya masalah-masalah yang timbul selama kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. Mencakup :
a)      Jumlah keguguran dan kelahiran : G..P..A..H..
Data ini digunakan untuk mengetahui ini kehamilan yang keberapa, apakah pernah keguguran atau tidak, serta apakah anak hidup atau tidak. Pada kejadian mola hedatidosa , ibu dengan paritas tinggi merupakan salah satu pencetus terjadinya mola hedatidosa.
b)      Golongan darah
Data inimenjelaskan golongan darah pasien, hal ini dilakukan untuk informasi jika terjadi kegawatdaruratan selam hamil ataupun bersalin, jika ditemukan ibu mengalami perdarahan maka akan memudahkan untuk melakukan transfusi darah karena kita sudah mengetahui golongan darah ibu.
Pada kasus mola hedatidosa klien akan dilakukan kuretase, jika terjadi perdarahan hebat maka akan memudahkan kita untuk melakukan transfuse darah untuk klien.

6)      Riwayat kehamilan sekarang
Data ini mencakup apakah selama ibu hamil apakah ada masalah yang dirasakan ibu, pada pasien mola masalah yang timbul adalah mual dan muntah, pembesaran perut yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, serta perdarahan bercak dampai dengan perdarahan hebat.
7)      Riwayat penyakit
Digunakan  untuk mengetahui apakah ibu pernah mengalami penyakit yang akan mengganggu kehamilannya. Data ini penting untuk mengupayakan pencegahan dan pengobatannya.
8)      Riwayat penyakit keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhdap kesehatan ibu dan janinnya
9)      Keadaan sosial budaya
Untuk mengetahui psikososial klien. Yang perlu ditanyakan adalah
a)      Jumlah anggota keluarga
b)      Dukungan materil dan moril yang didapat dari keluarga
c)      Kebiasaan-kebiasaan yang menguntungkan kesehatan
d)     Kebiasaan yang merugikan kesehatan
2.2.1.2  Pengumpulan data objektif
Untuk mengetahui keadaan setiap bagia tubuh dan pengaruhnya terhadap kehamilan untuk diupayakan pencegahan dan penanggulangannya.
1.      Pemeriksaan keadaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien sangat penting dinilai sebelum melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan menunjukkan ada atau tidaknya kelainan psikologis. Kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaam gizi pasien.
Pada ibu dengan mola hedatidosa terjadi preeclampsia dan eklampsi, sehingga sangat perlu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital teruma tekanan darah ibu.
2.      Pemeriksaan khusus
a)      Pemeriksaan inspeksi
1.     Kepala dan rambut      : untuk mengetahui keadaan rambut, bersih, berketombe, hitam
2.     Mata                : untuk mengetahui apakah terjadi anemia atau tidak. Pada kasus mola hedatidosa sering terjadi perdarahan bercak sampai ke berat, sifat perdarahn bisa intermitten selama beberapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia.
3.      Muka              :  untuk mengetahui apakah ada chloasma gravidarum serta oedema
4.     Mulut              : untuk mengetahui apakah ada stomatitis atau tidak
5.     Gigi                 : untuk mengatahui apakah ada caries pada gigi atau tidak
6.     Leher               : untuk mengetahui ada atau tidak nya pembengkakan kelenjer tyroid , dan kelenjar limfe
7.     Payudara         : observasi dilakukan untuk mengeatahui ukuran, bentuk dan warna kulit dan papilla mamae. Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya benjolan, rasa sakit karena infeksi dan lain-lain.
8.     Abdomen        : untuk mengamati gerak uterus (his), gerak janin dan tanda-tanda kehamilan, serta perhatikan besarnya perut ibu, apakah sesuai dengan usia kehamilan atau tidak.
Palpasi : untuk mengetahui tinggi fundus uteri yang erat kaitannya dengan umur kehamilan . pemeriksaan Leopold dengan palpasi dapat menentukan letak janin dalam uterus, cekungan perut, nyeri tekan, his, dan lain-lain.
Pada kasus mola hedatidosa : ditemukan pembesaran perut tidak sesuai dengan usia kehamilan, tidak teraba janin, uterus lunak secar menyeluruh dan tidak terdapat air ketuban.
9.     Genitalia : untuk melihat apakah terjadi bengkak pada vulva, serta lihat apakah ada pengeluaran darah dari genetalia ibu
10. Ekstremitas : untuk melihat apakah ada masalah pada tangan dan kaki ibu, terutama pada tangan, lihat pada kuku apakah tampak pucat dan sianosis. Kemudian lihat pada kaki ibu apakah ada varises atau oedema.
3.      Pemeriksaan penunjang :
1)      Urine : untuk mengatahui apakah ada kandungan albumin dan reduksi pada urin.
Pada kasus mola hedatidosa, beta HCG urin lebih tinggi.
2)      Kadar Hb : untuk mengetahui apakah klien mengalami anemia atau tidak pada masa kehamilan.
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan hebat merupakan gejala utama dari mola hedatidosa, sifat perdarahn bisa intermitten selama beberapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia.
3)      Golongan darah : jika terjadi perdarahan pada klien pada masa kehamilan atau setelah melahirka, sehingga dapat dicari darah yang sesuai dengan golongan darah ibu.
2.2.2        Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnose atau masalah dan kebutuhan kline berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnose atau masalah yang spesifik.
Kata diagnose dan masalah keduannya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnose tapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
Masalah ini sering menyertai diagnose. Diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan harus memenuhi standar nomenklatur kebidanan, yaitu :
a.       Diakui dan disahkan profesi
b.      Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
c.       Memiliki ciri khas kebidanan
d.      Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan
e.       Di dukung oleh clinical judgement dalam lingkup praktek kebidanan..
Di dalam interpretasi data, terdapat tiga komponen penting didalamnya, yaitu :
a.       Diagnosa
Ibu G P A H usia kehamilan … minggu , Keadaan umum ibu kurang baik dengan …….
b.      Masalah
Masalah yang mungkin timbul adalah :
Masalah psikologi karena ketakutan ibu akan tindakan yang akan dilakukan. Biasanya ibu dengan mola hedatidosa akan dilakukan kuretase.
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan darah yang keluar karena mola hedatidosanya.
c.       Kebutuhan
Disesuaikan dengan adanya masalah , seperti :
Berikan ibu dukungan psikologis
Dasar : ibu terlihat cemas karena akan dilakukan kuretase.
2.2.3        Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial berdasarkan rangkaian diagnose dan masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnose atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Kemungkinan masalah potensial yang timbul terhadap ibu adalah :
Choriocarsinoma : Menyebabkan tumor ganas dari trofoblast, timbul setelah kehamilan mola hedatidosa
2.2.4        Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan intervensi, tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter atau rujukan berdasarkan dengan kondisi klien.
Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses pelaksanaan kebidanan dalam kondisi emergency , berdasarkan hasil analisa data bahwa klien dengan mola hedatidosa harus segera dilakukan tindakan kolaborasi dengan dokter spesialis gynecology.
2.2.5        Langkah V : Melaksanakan Asuhan Yang Menyeluruh (Intrevensi)
Suatu rencana asuhan  harus disetujui oleh kedua belah pihak baik bidan maupun klien agar perencanaan dapat dilakukan dengan efektif. Semua keputusan harus bersifat rasional dan valid berdasarkan teori serta asumsi yang berlaku tentang apa yang akan dilakukan. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan sesuai dengan kebutuhan
2.2.6        Langkah 6 : Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidana (Implementasi)
Tindakan yang dilakukan bidan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Tindakan yang dilakukan berdasarkanprosedur yang telah lazim diikuti dan dilakukan.
Didalam tahap ini, bidan melakukan observasi sesuai dengan criteria yang telah direncanakan. Bila bidan perlu memberikan infuse atau pemberian obat lain, maka tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.
2.2.7        Langkah 7 : Evaluasi Asuhan Kebidanan
Langkah akhir dari manajemen kebidanan adalah evaluasi, namun sebenarnya evaluasi ini dilakukan pula setiap langkah manajemen kebidanan. Pada tahap akhir, bidan harus mengetahui sejauh mana keberhasilan usaha kebidanan yang diberikan kepada klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar