Sabtu, 31 Agustus 2013

perdarahan post partum



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post partum.

Kamis, 22 Agustus 2013

INTRAUTERIN GROWTH RETARDATION (IUGR)



TUGAS ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS
INTRAUTERIN GROWTH RETARDATION (IUGR)





Oleh :
Kelompok : 14
1.      Defi Anggraini
2.      Nindi Sulandari



Dosen pembimbing : Devi Syarief S.SiT, M.Keb






STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013

proses terjadinya bayi


Standar Pelayanan Kebidanan




STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

Standar Pelayanan Kebidanan meliputi 24 standar , yang dikelompokan menjadi 5 bagian besar – yaitu :
A.    Standar Pelayanan Umum (2 standar)
B.     Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
C.     Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)
D.    Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
E.     Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar)

A.                DUA  STANDAR PELAYANAN UMUM

1.         STANDAR 1 : Persiapan Untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segalan hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum (gizi, KB, kesiapan dalam menghadapai kehamilan dan menjadi calon orang tua, persalinan dan nifas).
Tujuannya adalah memberikan penyuluhan kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat dan terencana serta menjadi orang yang bertanggungjawab.
Dan hasil yang diharapkan dari penerapan standar 1 adalah masyarakat dan perorangan dapat ikut serta dalam upaya mencapai kehamilan yang sehat. Ibu,keluarga dan masyarakat meningkat pengetahuannya tentang fungsi alat-alat reproduksi dan bahaya kehamilan pada usia muda.Tanda-tanda bahaya kehamilan diketahui oleh masyarakat dan ibu.

Sectio caesarea

ibu nifas dengan Sectio caesarea



MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA NIFAS
(IBU DENGAN SECTIO CAESAREA)







OLEH
KELOMPOK 6
Gena alvionita
Ikhfa wirnis
Nailis sovia
Nindi sulandari
Novia artikasari
Rori karmilasari

Dosen pembimbing : Ety Aprianti, SKM

perkembangan janin dalam rahim

asuhan kebidanan neonatus bayi dan balita dengan miliariasis




ASUHAN KEBIDAN NEONATUS BAYI DAN BALITA
( MILIARIASIS)





OLEH

NINDI SULANDARI
11211134
DIII KEBIDANAN

Dosen pembimbing : Dian Febridasari, S.SiT



STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
PRODI DIII KEBIDANAN
Tahun Ajaran 2013
URAIAN MATERI

A.    DEFINISI
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Miliariasis adalah kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan, disertai dengan gelembung kecil berair yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat yaitu di dahi, leher, bagian yang tertutup pakaian (dada, punggung), tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan juga kepala. (lenteraimpian | March 5, 2010).
Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, di tandai adanya vesikel milier, berukuran 1-2 mm pada bagian badan yang banyak berkeringat. Pada keadaan yang lebih berat, dapat timbul papul merah atau papul putih. (Sudoyo, 2009).
Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat yang menyebabkan retensi keringat. ( Arif Mansyoer, 2001 ).
Miliariasis adalah keadaan kulit dengan retensi keringat yang diekstravasasi pada tingkatan kulit yang berbeda, bila diagnose sendiri mengarah pada miliariasis Rubra, heat rash, prickly heat, keadaan yang terjadi akibat obstruksi saluran keringat. Keringat masuk ke epidermis menyebabkan papulovesikel merah yang gatal. ( Poppy Kumala, 1998)
      Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau pickle heat .

B.     ETIOLOGI
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab. (Vivian, 2010)
Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi. Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel. (Hassan, 1984)
Faktor factor penyebab milariasis :
a.       Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
b.      Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
c.       Aktivitas yang berlebihan
d.      Setelah menderita demam atau panas
e.       Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh stratum korneum  (Lenteraimpian, 2010)

C.    PATOFISIOLOGI
      Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum. (Vivian, 2010)
      Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya. (Vivian, 2010)

D.    KLASIFIKASI
1.      Milliria kristalina
Milliaria kristalina ini timbul pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah keringat, seperti pasien demam yang terbaring ditempat tidur. Lesinya berupa vesikel yang sangat superfisial, bentuknya kecil, dan menyerupai titik embun berukuran 1-2 mm. Umumnya lesi ini timbul setelah keringat, vesikel mudah pecah karena trauma yang paling ringan, misalnya akibat gesekan dengan pakaian. Vesikel yang pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan, asimptomatik, dan berlangsung singkat. Biasanya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan sendirinya.

2.      Milliaria rubra
Millia ruba memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema di sekitarnya. Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada daerah ruam dan daerah disekitarnya, sering juga diikuti dengan infeksi sekunder lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya impetigo dan furunkel.
3.       Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda, 1987)
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang hebat. (Hassan, 1984)
4.      Milliaria fustulosa
Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984). Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)

E.     PENATALAKSANAAN
·         Pencegahan :
1)      Bayi atau anak tetap dianjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 kali sehari menggunakan air dingin dan sabun.
2)      Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan handuk (lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang lembut. Setelah itu dapat diberikan bedak tabur.
3)      Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat terlebih dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga mempermudah terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri.
4)      Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon, atau wol yang tidak menyerap keringat (FKUI, 2002).
Biang keringat bisa tidak dialami bayi asalkan orang tua rajin menghindari penghalang penguapan keringat yang menutup pori-pori bayi dengan cara:
1)      Bayi harus dimandikan secara teratur pada pagi dan sore hari.
2)      Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak, leher, paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak keseluruhan tubuh dengan tipis.
3)      Jaga tubuh bayi agar tetap kering.
4)      Jika bayi berkeringat jangan keringkan dengan menggunakan bedak. Sebaiknya dengan waslap basah, lalu dikeringkan, dan diolesi dengan bedak tipis.
5)      Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
6)      Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara kamar yang tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi mengalir dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
7)      Pada saat memandikan bayi yang menderita biang keringat, sebaiknya gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan partikel. Jika menggunakan sabun padat bisa meninggalkan partikel yang dapat menghambat penyembuhan (Pasaribu, 2007).
·         Pengobatan
1)      Perawatan kulit secara benar
2)      Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau bedak kocok setelah mandi
3)      Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk memperparah sumbatan kelenjar
4)      Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotic
5)      Menjaga kebersihan kuku dan tangan (kuku pendek dan bersih, sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk) (lenteraimpian | March 5, 2010)
Seluruh bentuk miliaria berespon baik terhadap pendinginan penderita dengan pengaturan suhu lingkungan, melepas pakaian yang berlebihan, dan pada penderita demam pemberian anti piretik. Pengobatan yang paling efektif adalah dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk mengatasi sebab ini
Penting untuk menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik dan menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Untuk miliaria kristalina tidak diperlukan pengobatan. Untuk miliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2 % dbubuhi menthol ¼ - 2 %.
Losio Febri dapat pula digunakan komposisi sebagai berikut :
R/  Acidi salicylici           500 mg
      Talci                            5     mg
      Oxydi zincici               5     mg
      Amyli oryzae               5     mg
      Alkohol (90; vo1%)    25   mg
                              cc   100
Sebagai antipruritus dapat ditambahkan menthol ½ - 1% atau kamper 1-2% dalam losio feberi. Untuk miliaria dapat digunakan losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25%, dapat pula resorsin 3% dalam alkohol. (Arif Mansyur, 2001)







kelahiran sungsang.mpg

letak lintang



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara karena kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat persalinan. Di Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang tidak stabil. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan (distosia) .
Angka kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat terjadi karena penegakan diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan muda dengan menggunakan ultrasonografi.
Letak lintang terjadi pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3 %) baik di Mayo Clinic maupun di University of Iowa Hospital, USA. Di Parklannd Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun.
Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain: RSUD dr.Pirngadi, Medan 0,6%; RS Hasan Sadikin Bandung 1,9%; RSUP dr. Cipto Mangunkuskumo selama 5 tahun 0,1%; sedangkan Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%. Insidens pada wanita dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali lebih besar dari nullipara.
Dengan ditemukannya letak lintang pada pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin, Berdasarkan uraian di atas maka kami perlu menguraikan permasalahan dan penatalaksanaan pada kehamilan dengan janin letak lintang.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Asuhan kebidanan 2 dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai persalinan letak lintang.
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai letak lintang yang berlandaskan teori.














BAB II
ISI
2.1 Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus) dengan kepala terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul
Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yang juga disebut sebagai presentasi bahu atau presentasi acromnion dimana arah akromion yang menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan.
2.2 Klasifikasi
1. Menurut letak kepala terbagi atas :
a. Lli I : kepala di kiri
b. Lli II : kepala di kanan
2. Menurut posisi punggung terbagi atas :
a. dorso anterior ( di depan )
b. dorso posterior ( di belakang )
c. dorso superior ( di atas )
d. dorso inferior ( di bawah )
2.3 Etiologi
Penyebab letak lintang adalah:
a.       dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung akibat multipara dapat menyebabkan uterus jatuh ke depan. Hal ini mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, sehingga terjadi posisi oblik atau melintang
b.      pada janin prematur letak janin belum menetap,perputaran janin sehingga menyebabkan letak memanjang.
c.       dengan adanya plasenta atau tumor di jalan lahir maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
d.      cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar
e.       bentuk panggul yang sempit mengakibakan bagian presentasi tidak dapat masuk ke dalam panggul (engagement) sehingga dapat mengakibatkan sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir
f.       bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.

2.4 Diagnosis
Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus sehingga lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya. http://htmlimg1.scribdassets.com/4fsmjue79c1kj92s/images/4-278b02a32f.jpg
Gambar 1: Pemeriksaan luar pada letak lintang

Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisiss juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Bila ketiak dapat diraba, arah menutupnya mrnunjukkan letak dimana kepala janin berada. Kalau ketiak menutup kekiri, kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya kalau ketiak menutup ke kanan, kepala berada di sebelah kanan. Denyut jantung janin ditemukan disekitar umbilikus. Pada saat yang sama, posisi punggung mudah diketahui. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula. Pada pemeriksaan dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika dapat diraba, dapat dikenali dengan adanya “rasa bergerigi” dari tulang rusuk. Bila dilatasi bertambah, skapula dan klavikula pada sisi thoraks yang lain akan dapat dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran yang keras membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di posterior, teraba nodulasi ireguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat ditemukan pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat yang menumbung
Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan melewati vulva.
2.5 Mekanisme persalinan
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan,tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Setelah ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu tertahan oleh tepi pintu atas panggul,dengan kepala di salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit kuat di bagian ataspanggul.
 Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul.Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologis (Ring Van Bandle). Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep(neglected transverse lie) sedangkan janin akan meninggal.


http://htmlimg2.scribdassets.com/4fsmjue79c1kj92s/images/6-5bc83c4169.jpg
Gambar 2. Letak lintang kasep dengan lengan menumbung
Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptur uteri (sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk kedalam rongga perut) atau kondisi dimana his menjadi lemah karena otot rahim kecapekan dan timbullah infeksi intrauterin sampai terjadi timponia uteri. Ibu juga berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi, dan sering menyebabkan kematian.
Bila janin kecil (< 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan spontan dapat terjadi meskipun kelainan letak tersebut menetap. Janin akan tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di bawah bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung dan tampak di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul secara bersamaan dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicatio corpora) atau lahir denganenvolusio spontanea dengan dua variasi yaitu (1) menurut Denman dan (2)menurut Douglas.
http://htmlimg3.scribdassets.com/4fsmjue79c1kj92s/images/7-de11156c2d.jpg
 Gambar 3. Conduplicatio corpora

http://2.bp.blogspot.com/_JdayxWe_Qak/TUGczDWRGhI/AAAAAAAAAvw/xk7c_ZTUCo8/s1600/letak+lintang-+evolution+spontanea+cara+DENMAN.jpg
Gambar 4. cara Denman
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat dibagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun dirongga panggul dan lahir,kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.




8-792f708af6.jpg


  Gambar 4. cara Douglas
           
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudiandilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir,selanjutnyadisusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatumekanismelahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang maksimaldari tubuh janin.



3.6 Penatalaksaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan dengan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa yang dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali, ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan sehingga bila terjadi perubahan letak dapat segera ditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang menjadi presentasi kepala bila pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Sikap ini berdasarkanpertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a.Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap.
b.Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli.
c.Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa faktor.
Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan panggul sempit, dan janin tidak besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi.Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea.Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versiekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal inipersalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakahpembukaan berlangsung dengan lancar atau tidak.Versi ekstraksi dapat dilakukanpula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir,ditemukan bayikedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akanmengakibatkan ruptur uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknyadilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah matidilahirkan pervaginam dengan dekapitasi.
Pada seksio sesarea pemilihan insisi uterus pada letak lintang tergantungdari posisi punggung janin terhadap pintu atas panggul, insisi pada segmen bawahrahim dilakukan bila posisi punggung janin adalah dorso superior.
Bila janindorso inferior dan pada keadaan-keadaan lain dimana insisi segmen bawah rahim tidak dapat dilakukan, maka insisi klasik (korporal) dapat dilakukan.
http://htmlimg3.scribdassets.com/4fsmjue79c1kj92s/images/11-d5a996137d.jpg
2.7 Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya .
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin. Versi ekstraksi ini dahulu merupakan tindakan yang sering dilakukan, tetapi pada saat ini sudah jarang dilakukan, karena besarnya trauma baik terhadap janin maupun ibu, seperti misalnya terjadinya ruptur uteri dan robekan jalan lahir lainnya. Angka kematian ibu berkisar antara 0-2% (RS Hasan Sadikin Bandung,1996), sedangkan angka kematian janin di Rumah Sakit Umum Pusat Propinsi Medan 23,3% dan di RS Hasan Sadikin Bandung 18,3% 1.










DAFTAR PUSTAKA


Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-9. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham, G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L., Hauth, J. C., &Wenstrom, K. D. 2006. Obstetri William (21 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.

Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri: ObstetriFisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1998; Hal. 366-372.4.

Pernoll’s & ML. Transverse Lie In : Benson & Pernoll handbook of 
Obstetrics& Ginecology, 10th ed. Mcgraw-Hill International Edition, America, 1994.